BAB I
PENDAHULUAN
KASUS
Ny F suku Jawa, usia 22
tahun, tanggal 21 Mei 2016 masuk ke rumah sakit umum PKU Muhammadiyah Bantul
dengan keluhan sering merasakan mual, lemas, letih, pandangan kabur, sesak
nafas, dan anorexia. Ny F memiliki TB= 155 cm dan BB= 34 kg. Menyenangi makanan
yang di goreng dan tidak menyukai buah nenas, makanan yang berkuah dan manis.
Pada tahun 2012 Ny F di diagnosis penyakit Infeksi Saluran Kemih oleh dokter
dan dokter menyarankan agar Ny F rajin minum karena dari hasil wawancara di
ketahui bahwa Ny F jarang minum. Pada
bulan Maret 2016 Ny F sedang mengandung 7 bulan dan beliau memeriksakan
kandungannya ke Posyandu namun setelah dilakukan penimbangan berat badan
ternyata berat badan Ny F turun 5 kg secara drastis. Dan pihak posyandu
menyarankan Ny F untuk memeriksa ke rumah sakit dan dari hasil laboratorium
dokter mendiagnosis bahwa Ny F menderita penyakit Gagal Ginjal Kronik. Dari
bulan Maret sampai dengan sekarang Ny F telah melakukan Hemodialisa dengan
jadwal 2x1 minggu.
Hasil pemeriksaan laboratorim pada tanggal 21
Mei 2016
No
|
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Satuan
|
1
|
Haemoglobin
|
5,3*
|
11-17
|
G %
|
2
|
Leukosit
|
9,7
|
4-11
|
EB/MMK
|
3
|
DIFF Eosinofil
|
0,1
|
0-3
|
%
|
4
|
DIFFSTAB
|
0,0*
|
2-6
|
%
|
5
|
DIFF Basofil
|
0,6
|
0-1
|
%
|
6
|
DIFF Segmen
|
71,3*
|
40-70
|
%
|
7
|
DIFF Limfosit
|
21,3
|
20-40
|
%
|
8
|
DIFF Monosit
|
6,7
|
2-8
|
%
|
9
|
HMT (Hematokrit)
|
17,5*
|
32-52
|
%
|
10
|
AT (Thrombosit)
|
365
|
150-450
|
RB/MMK
|
11
|
AE (Antal Eritrosit)
|
1,66*
|
3,5-5,5
|
JT/MMK
|
12
|
Ureum
|
67,1*
|
10-40
|
MG/DL
|
13
|
Kreatinin (P)
|
3,50*
|
0,6-1-1
|
MG/DL
|
14
|
Asam Urat (P)
|
6,32*
|
2,3-6,1
|
MG/DL
|
15
|
Gula Darah Sewaktu
|
17,5*
|
80-120
|
MG/DL
|
Hasil pemeriksaan klinis
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Keterangan
|
1. Tekanan darah
2. Nadi
. 3. SPO2
4. RR
|
152/120 mmHg
103 x/menit
150%
39 x/menit
|
120/80 mmHg
60-100x/menit
90-100%
16-20x/menit
|
Hipertensi
Kuat
|
Hasil Recall Makan
sebelum di rawat di rumah sakit (Jum’at, 20 Mei 2016) sbb :
Pagi
06.00 : Teh 1 gelas
09 00 : Jeruk 1 buah
Jambu air 8 buah
12.00 : Jeruk 1 buah
Jambu air 5 buah
Pertanyaan :
1. Buatlah Proses Asuhan Gizi Terstandar
2. Susun Menu Makanan sehari dan analisis zat gizi sehari
sesuai dengan prinsip gizi dan kebutuhan gizi sehari
HASIL FOOD RECALL
==================================================================
HASIL PERHITUNGAN DIET/
==================================================================
Nama Makanan Jumlah energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
teh manis 200
g 25,8 kcal 6,4 g
jeruk manis 200
g 94,2 kcal 23,6 g
jambu air 100
g 59,0 kcal 15,3 g
Meal analysis:
energy 179,0 kcal (100 %),
carbohydrate 45,3 g (100 %)
==================================================================
HASIL PERHITUNGAN
==================================================================
Zat Gizi hasil
analisis rekomendasi persentase
nilai nilai/hari pemenuhan
___________________________________________________________________________
energy 179,0 kcal 1900,0 kcal 9 %
water 0,0
g 2700,0
g 0 %
protein 2,0
g(4%) 48,0
g(12 %) 4 %
fat 0,6
g(3%) 77,0
g(< 30 %) 1 %
carbohydr. 45,3
g(93%) 351,0
g(> 55 %) 13 %
dietary fiber 7,5
g 30,0
g 25 %
alcohol 0,0
g - -
PUFA 0,1
g 10,0
g 1 %
cholesterol 0,0 mg - -
Vit. A 21,0 µg 800,0 µg 3 %
carotene 0,0 mg - -
Vit. E 0,0 mg - -
Vit. B1 0,2 mg 1,0 mg 20 %
Vit. B2 0,1 mg 1,2 mg 7 %
Vit. B6 0,2 mg 1,2 mg 14 %
folic acid eq. 0,0 µg - -
Vit. C 112,0 mg 100,0 mg 112 %
sodium 6,0 mg 2000,0 mg 0 %
potassium 517,0 mg 3500,0 mg 15 %
calcium 91,0 mg 1000,0 mg 9 %
magnesium 29,0 mg 310,0 mg 9 %
phosphorus 37,0 mg 700,0 mg 5 %
iron 0,4 mg 15,0 mg 3 %
zinc 0,2 mg 7,0 mg 3 %
Skrining gizi
Tabel skrining gizi
Jawaban
|
Skor
|
|
1. Gangguan
status gizi
|
||
1) Statu
gizi normal
|
0
|
|
2) BB
turun >5% dalam 3 bulan atau asupan makan 50-<70% dari kebutuhan normal
pada minggu lalu
|
1
|
|
3) IMT
18,5-<20,5 atau BB turun >5% dalam 2 bulan atau asupan makan 25-<50%
dari kebutuhan
normal pada minggu lalu
|
2
|
|
4) BMI
<18,5->5% atau BB turun >5% dalam 1 bulan (15% dalam 3 bulan) atau
asupan makan 0-<25% dari kebutuhan normal pada minggu lalu
|
|
|
2. Kegawatan
penyakit
|
||
a. Kebutuhan
gizi normal
|
0
|
|
b. Fraktur
pinggang, Sirosis, COPD, Hemodialisis kronik, Diabetes melitus, Kanker
|
|
|
c. Bedah
mayor abdomen , stroke, paru-paru berat, leukimia
|
2
|
|
d. Cidera
kepala berat, transpalantasi sumsum tulang, pasien ICU
|
3
|
|
3. Usia
>70 tahun
|
1
|
|
TOTAL SCORE (1+2+3)
|
3+1+0
=4
|
Ø Jika
pasien memiliki score ≥ 3, maka pasien memerlukan proses asuhan gizi terstandar
Ø Jika
pasien memiliki score ≤ 3, dilakukan screening ulang per minggu
Pasien yang direncanakan untuk menjalanibedah
mayor, maka dilakukan proses asuhan gizi terstandar
Kesimpulan
Berdasarkan hasil skrining
gizi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pasien memerlukan penindak lanjutan
dalam asuhan gizi terstandart. Hasil yang diperoleh yaitu dari penambahan pola ke 1(3), ke 2
(1), dan ke 3 (0) sebesar 4. Pada poin pertama status gizi pasien adalah sangat
kurus, status gizi sangat kurus dari pengamatan fisik maupun dari perhitungan
IMT, maka memiliki skor 3. Untuk poin kedua berdasarkan pengkategorian
kegawatan pasien yang terdapat pada lembar skrining gizi, maka tergolong dari
pasien ginjal kronik pada poin 1. Sedangkan untuk poin ketiga, berdasarkan
gambaran umum pasien, maka untuk usia yaitu 22 tahun. Jadi, tidak termasuk
dalam skrining gizi pengkategorian usia >70 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah
kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia
(urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis
(GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 1997 dalam Suharyanto
dan Madjid, 2009).
Menurut Brunner & Suddarth (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit
renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis menurut The Kidney Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) of National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men./1,73 (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia, 2003).
2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat
diklasifikasikan
berdasarkan sebabnya, yaitu :
Klasifikasi
Penyakit
|
Penyakit
|
Penyakit
infeksi dan peradangan
|
Pielonefritis
kronik
Glomerulonefritis
|
Penyakit
vaskuler hipertesif
|
Nefrosklerosis
benigna
Nefrosklerosis
maligna
Stenosis
arteri renalis
|
Gangguan
jaringan penyambung
|
Lupus etematosus
sistemik
Poliartritis
nodusa
Sklerosis
sistemik progresi
|
Gangguan
kongenital dan herediter
|
Penyakit
ginjal polikistik
Asidosis
tubulus ginjal
|
Penyakit metabolic
|
Diabetes
Melitus
Gout
Disease
Hipertiroidisme
|
Nefropati
toksi
|
Penyalahgunaan
analgesic
Nefropati
timbale
|
Nefropati
obstruksi
|
Saluran
kemih bagian atas : kalkuli,
neoplasma,
fibrosis retroperineal.
Saluran
kemih bagian bawah :
hipertropi
prostat, striktur uretra,
anomali
leher kandung kemih dan
uretra.
|
Berdasarkan
perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium (Suharyanto
dan Madjid, 2009), yaitu :
a.
Stadium I,
dinamakan penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN
normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahuidengan tes pemekatan kemih dan tes
GFR yang teliti.
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi
ginjal
Pada stadium
ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25
% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal.
Gejala-gejala nokturia atau seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan
poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal
stadium akhir atau uremia
Sekitar 90 %
dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan
normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala
yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan
dan elektrolit dalam tubuh, yaitu : oliguri karena kegagalan glomerulus,
sindrom uremik.
Menurut The Kidney Outcomes Quality
Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010), gagal ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu sebag
ai berikut :
Stadium 1 :
kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)
Stadium 2 :
ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)
Stadium 3 :
sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)
Stadium 4 :
gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)
Stadium 5 :
gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2)
Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda
kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal
(Arora, 2009 dalam Desita, 2010).
3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan
growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka
panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal juga yang
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal
kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien
masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi
keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikataan sampai pada stadium
gagal ginjal.
4. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Brenner dan Lazarus (1987, dalam Suharyanto dan Madjid,2009)
penyebab penyakit ginjal stadium terminal yang paling
banyak di
New England adalah :
Penyebab
|
Insiden
|
Glomerulonefritis
|
24 %
|
Nefropati
Diabetik
|
15 %
|
Nefrosklerosis
Hipertensif
|
90 %
|
Penyakit
ginjal polikistik
|
8 %
|
Pielonefritis
kronis dan nefritis interstitial lain
|
8 %
|
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 (Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa di Indonesia, yaitu :
Penyebab
|
Insiden
|
Glomerulonefritis
|
46, 39 %
|
Diabetes Melitus
|
18,65 %
|
Obstruksi
dan infeksi
|
12,85 %
|
Hipertensi
|
8,46 %
|
Sebab lain
|
13,65 %
|
5. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal
Kronis
Pada
gagal ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang
mendasari dan usia pasien (Brunner & Suddarth, 2002)
Menurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi :
a. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan
perdarahan.
b. Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG,
perikarditis, efusi pericardium,
tamponade
pericardium.
c. Respirasi : edema paru,
efusi pleura, pleuritis.
d. Neuromuskular :
lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular,
neuropati
perifer, bingung dan koma.
e. Metabolik/ endokrin : inti glukosa,
hiperlipidemia, gangguan hormon seks menyebabkan
penurunan libido,
impoten dan ammenore.
f. Cairan-elektrolit
: gangguan asam basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga
terjadi dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipokelemia.
g. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi,
pluritis, eksimosis, uremia frost.
h. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan
osteomalaisia.
i. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat,
perdarahan meningkat.
j. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku
serta gangguan proses kognitif
B. Konsep Hemodialisa
1. Definisi Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end
stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu
singkat. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya
terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Prinsip yang Mendasari Kerja
Hemodialisa
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah
nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan
lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau
ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus
dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus
tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran
limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane
semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).
Terdapat tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah
di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari
darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting
dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan
yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative
yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto dan Madjid, 2009).
3. Akses pada Sirkulasi Darah Pasien
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas kateter subklavikula dan
femoralis, fistula, tandur (Suharayanto dan Madjid, 2009).
a. Kateter subklavikula dan femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien
pada hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk
pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah
femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.
b. Fistula
Fistula yang lebih permanen dibuat
melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara
menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara
side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini
diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena
fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar
dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak
aliran darah yang akan mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan
untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis.
c. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat
penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit
sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-tex (heterograft)
atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat
bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.
4. Sistem Kerja Dializer
Terdapat 2 (dua) tipe dasar dializer (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :
a. Pararel plate dializer
Pararel plate dializer, terdiri dari dua
lapisan selotan yang dijepit oleh dua
penyokong. Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisa
dapat mengalir dalam arah yang sama seperti darah, atau dengan daerah
berlawanan.
b. Hollow Fiber atau capillary dializer
Darah mengalir melalui bagian tengah
tabung-tabung kecil, dan cairan dialisa membasahi bagian luarnya. Aliran cairan
dialisa berlawanan dengan arah aliran darah. Suatu sistem dialisa terdiri dari
dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Bila sistem
ini bekerja, darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik (jalur
arteri), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke penderita melalui jalur
vena. Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan akan
mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan
antara darah dan dialisat terjadi di sepanjang membrane dialisis melalui proses
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
Komposisi cairan dialisis diatur
sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi agar memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai
gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-,
asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak
terdapat dalam cairan dialisis. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya
dalam cairan dialisis, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat
adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh
tubuh penderita menjadi bikarbonat. Glikosa dalam konsentrasi yang rendah (200
mg/100 ml) ditambahkan ke dalam bak dialisis untuk mencegah difusi glukosa ke
dalam bak dialisis yang dapat mengakibatkan kehilangan kalori.
Heparin secara terus menerus dimasukkan
pada jalur arteri melalui infuse lambatuntuk mencegah pembekuan. Bekuan darah
dan gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah
kembali ke aliran darah. Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan
hemodialisa adalahtiga kali seminggu, dengan setiap kali hemodialisa 3 sampai 5
jam.
5. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisa
Hemodilisa merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya
memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit
ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan
kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008 dalam Desita, 2010).
Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Asupan protein diharapkan 1-1,2
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis
tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat
diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan
umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi
sesuai dengan jumlah air kencing yang ada ditambah insensible water loss.
Asupan natrium dibatasi 40-120 meq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan
edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode
di antara dialisis akan terjad kenaikan berat badan yang besar(Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Menurut Lumenta (1992) anjuran pemberian diet pada pasien hemodialisa 2 x/minggu
:
Protein :
1 –1,2 gr/kgBB/hari
Kalori :
126 –147 kj/ kgBB (30 –35 kal/kgBB/hari)
Lemak :
30 % dari total kalori
Hidrat arang
:
sedikit gula (55 % total kalori)
Besi
: 1,8 mmol/hari (100 mg)
Air
: 750 –1000 ml/hari (500 +
sejumlah urin/24 jam)
Ca
: 25 –50 mmol/hari (1000 –2000)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik. Risiko timbuknya efek toksik akibat obat harus
dipertimbangkan (Brunner & Suddarth, 2002).
6. Indikasi dan Komplikasi Terapi
Hemodialisa
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya
indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah
kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal di bawah :
a. Keadaan
umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum
> 6 mEq/L
c. Ureum
darah > 200 mg/L
d. Ph darah
< 7,1
e. Anuria
berkepanjangan (> 5 hari)
f. Fluid
overloaded.
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner
& Suddarth, 2002) :
a. Hipotensi dapat terjadi selama
terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi
yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler
pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2
menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi
dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis
terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia
yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika
cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa
yang sering terjadi.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibirum, reaksi
dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia
BAB III
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
(PAGT)
A. Pengkajian
Gizi
1. Gambaran Umum Pasien
Nama
|
Ny
F
|
No RM
|
10-21-06-22
|
Umur
|
22 tahun
|
Ruang/bed
|
1
|
Sex
|
Perempuan
|
Tanggal Masuk
|
21 Mei 2016
|
Pekerjaan
|
Pedagang
|
Tanggal Kasus
|
23 Mei 2016
|
Pendidikan
|
SMA
|
Alamat
|
Neco kidul T
4 Sabdodadi Bantul
|
Agama
|
Islam
|
Diagnosis
Medis
|
Ginjal Kronik dengan Hemodialisa
|
2. Data objektif
Keluhan
utama
|
Rasa
sesak, mual, lemas, anorexia, pandangan kabur, rasa gatal di bagian lengan
atas bagian bawah kulit, pucat.
|
Penyakit
sekarang
|
Ginjal kronik dengan hemodialisa
|
Riwayat
penyakit dahulu
|
Sejak
tahun 2012 pasien di diagnosa oleh dokter menderita Infeksi Saluran Kemih
|
Riwayat
penyakit keluarga
|
-
|
Aktifitas fisk
|
Mobilisasi di tempat tidur
|
Riwayat
obat-obatan dan suplemen yang dikonsumsi
|
|
Riwayat
nutrisi sekarang
|
Tidak pernah menghabiskan diet dari rumah sakit dan membeli
makanan dari luar
|
Riwayat
nutrisi dahulu
|
1. Jarang
makan
2. Sering
mengkonsumsi makanan yang digoreng dan jarang minum air putih
3. Tidak
pernah mengatur jadwal makan
4. Tidak
menyukai sayur sop dan segala makanan yang berkuah/bening
5. Tidak suka
makanan yang manis dan buah nenas
|
3. Data subjektif
a.
Data
antropometri
1)
BB : 34 kg
2)
TB : 155
cm
3)
IMT : 14,15 kg/m²
Penilaian : Berdasarkan IMT, pasien memiliki status gizi Berat Badan Kurang (14,15 kg/m2), karena
batasan BB Kurang yaitu <18,5 kg/m2, menggunakan WHO
WPR/IASO/IOTF dalam the Asia Pacific Perspective : Redefining Obesity and
its Treatment, dengan kategori :
a) <18,5
kg/m2 : BB kurang
b) 18,5-22,9
kg/m2 : normal,
c) ≥
23 : BB lebih
d) 23-24,9 kg/m2 : at risk (dengan resiko)
e) 25-29,9 kg/m2
: obese I,
f)
≥30 kg/m2
: obese II
b. Pemeriksaan fisik dan klinis
1) Fisik :
Pasien sadar, secara fisik pasien tampak kurus, lemah, pucat, tekanan darah” 152/120 mmHg
2) Hasil
Pemeriksaan Klinik
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Keterangan
|
Nadi
SPO2
RR
|
103 x/menit
150%
30 x/menit
|
80-100x/menit
90-100%
16-20x/meni
|
Kuat
Tinggi
Tinggi
|
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebelum dilakukan Intervensi
No
|
Jenis
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai
Normal
|
Satuan
|
1
|
Haemoglobin
|
5,3*
|
11-17
|
G %
|
2
|
DIFFSTAB
|
0,0*
|
2-6
|
%
|
3
|
DIFF Segmen
|
71,3*
|
40-70
|
%
|
4
|
HMT (Hematokrit)
|
17,5*
|
32-52
|
%
|
5
|
AE (Antal Eritrosit)
|
1,66*
|
3,5-5,5
|
JT/MMK
|
6
|
Ureum
|
67,1*
|
10-40
|
MG/DL
|
7
|
Kreatinin (P)
|
3,50*
|
0,6-1-1
|
MG/DL
|
8
|
Asam Urat (P)
|
6,32*
|
2,3-6,1
|
MG/DL
|
9
|
Gula Darah Sewaktu
|
17,5*
|
80-120
|
MG/DL
|
d. Kesimpulan masalah gizi
yang diperoleh
1) Domain
Intake: Jarang makan dan tidak pernah mengatur jadwal makan
ditandai
dengan berat badan kurus.
2) Domain
Klinik: Sesak nafas,
pusing, lemas, pandangan kabur ditandai
dengan tekanan darah 152/120 mmHg,
denyut nadi 103x/menit dan kadar Haemoglobin 5,3 G%
e. Asupan
Zat Gizi
Hasil Recall 24 jam diet :
Tanggal : 23
Mei 2016
Diet RS : Diet Hemodialisa
Implementasi
|
Energi (kal)
|
Protein (gr)
|
Lemak (gr)
|
KH (gr)
|
Asupan oral |
167,55
|
3,1
|
3,15
|
30
|
Kebutuhan (Standar RS)
|
1620
|
30
|
36
|
288
|
% Asupan
|
10,34
|
10,33
|
8,75
|
10,42
|
Kesimpulan :
Rendahnya tingkat konsumsi pasien yaitu 10,34% untuk
energi, 10,33% untuk protein, 8,75% untuk lemak, dan 10,42% untuk karbohidrat.
Hal tersebut di karenakan pasien merasa mual dan tidak nafsu makan.
f. Pemeriksaan
Penunjang
EKG ; Radiologi ; BNO/IVP ; USG ; CT
scan dan lain-lain
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Corakan bronkovaskuler meningkat dan
mengabur sinur Cf ka/ki tertutup perselubungan, diafagma ka/ki licin
Cor : CTR >0,56
|
Cardiomegali dengan oedem pulmo
berat
|
g. Terapi Medis
Jenis Obat/ Tindakan
|
Fungsi
|
Levofloxacin
tab 500 mg
|
Mengobati
infeksi akibat bakteri, seperti:
1. Infeksi saluran kemih
2. Infeksi sistem pernapasan seperti
bronkitis dan pneumonia
3. Sinusitis
4. Infeksi kulit
5. Infeksi prostat
|
Furesomide
tab 40 mg
|
Megendalikan
tekanan darah timggi dan oedema (retensi cairan)
|
Ondansetron
tab 4 mg
|
Mencegah
dan mengobati mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi dan pascaoperasi
|
B. Diagnosa Gizi
NI.2.1 → Makanan dan minuman oral tidak adekuat (P)
berkaitan dengan nafsu makan kurang
(E) ditandai dengan hasil recall Energi : 10,34%, Protein 10,33 %, Lemak 8,75%, dan KH 10,42%, (rata-rata tingkat konsumsi makan : 9,96%, termasuk kategori defisit berat) (S/S).
NC.3.1 → BB kurang (P) berkaitan dengan hasil food recall 24 jam sangat rendah (E) ditandai
dengan BBA (34 kg) <BBI (49,5 kg), IMT
pasien 14,15 kg/m2 (S/S).
NB.1.3 → Tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan
motivasi pasien yang kurang (E) ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet
yang diberikan konselor.
C. Intervensi Gizi
1. Perencanaan
diet
a.
Jenis
diet : Ginjal Kronik
dengan Hemodialisa
b.
Bentuk
makanan : lunak
c.
Cara
pemberian : oral
d.
Cara
pemesanan : diet Hemodialisa
e.
Tujuan
Diet
1)
Menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal
2)
Menjaga
keseimbangan cairan dan
elektrolit
3)
Membatasi
konsumsi kalium, natrium, fosfor dan kalium
4)
Mencegah
dan menurunkan kadar ureum dan kreaitin darah yang tinggi
f.
Prinsip
Diet
1)
Makanan
dalam bentuk lunak dan mudah dicerna
2)
Natrium,
kalium, dan cairan diatasi
3)
Porsi
kecil dan diberikan sering
g.
Syarat
Diet
1)
Energi
cukup, yaitu 35 kkal/kg BB/hari
2)
Protein
1,2 gr/kg BB/hari, 50% protein hewani dan 50% protein nabati
3)
Kalsium
1000 mg/hari
4)
Batasi
garam terutama bila ada penimbunan air dalam jaringan tubuh (oedema) dan tekanan darah tinggi yaitu 2000-3000
mg.
5)
Kalium
dibatasi terutama bila urin kurang dari 400 ml atau kadar kalium darah lebih
dari 5,5 m Bq/L yaitu 2000-3000 mg
6)
Fosfor di batasi yaitu 800-1200 mg/hari
7)
Jumlah
asupan cairan = jumlah urin 24 jam (±500 ml - 750 ml)
2. Perhitungan kebutuhan gizi
Indeks Massa
Tubuh : BB (kg) / TB (m2)
: 34/(1,55)2
: 14,15 kg/m2
Status gizi pasien berdasarkan IMT ADALAH BERAT BADAN SANGAT KURUS
Kebutuhan pasien berdasrkan rumus Brocca :
Berat Badan Ideal :
(TB – 100) – 10% (TB – 100)
:
( 155-100) – 10% (155 - 100)
:
55-5,5
:
49,5 kg
Jumlah kebutuhan kalori perhari :
·
Kebutuhan Energi
: BBA x 35 kcal
: 34 x 35 kkal
: 1190 kalori
·
Kebutuhan Protein
: 1,2 gr x BBA
: 1,2 x 34 kg
: 40,8 gr
·
Kebutuhan Lemak : 25% x TE (Total Energi Expenditure)
: 25% x 1190 kkal/9
: 33,06 gr
·
Kebutuhan Karbohidrat
: TEE – (keb. Protein + keb. Lemak)/4
:1190 kkal – (40,8 gr + 33,06 gr)/4
: 279,035 gr
·
Kebutuhan cairan
: Jumlah asupan cairan = Jumlah urin 24 jam
: 500 ml +
400 ml
: 900 ml
3. Terapi Edukasi
a.
Topik : Diet
ginjal kronik dengan hemodialisa
b. Tempat : ruangan IMC bad 1
c.
Waktu : Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Mei 2016 selama 30menit,
yakni mulai pukul 14.15 – 14.35 WIB.
d. Tujuan
Umum : Pasien dapat memahami dan
mematuhi diet ginjal kronik dengan
hemodialisa
e. Tujuan
Khusus :
1)
Pasien dapat menjelaskan pengertian
penyakit ginjal kronik dengann hemodialisa
2)
Pasien dapat menyebutkan tujuan diet
penyakit ginjal kronik dengann hemodialisa
3)
Pasien dapat menyebutkan prinsip
diet penyakit ginjal kronik dengann hemodialisa
4)
pasien dapat menyebutkan syarat diet
penyakit ginjal kronik dengann hemodialisa
5)
Pasien dapat menyebutkan makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.
f. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien.
g. Materi :
1)
Pengertian penyakit ginjal kronik
dengan hemodialisa
2)
Tujuan, prinsip, dan syarat diet Penyakit
ginjal kronik dengann hemodialisa
3)
Bahan makanan yang dianjurkan dan dibatasi dalam penggunaannya
4)
Cara menghilangkan kandungan gizi
Natrium dan Kalium pada bahan makanan
h. Metode :
1)
Konsultasi
2)
Tanya Jawab
i. Alat Peraga :
Leaflet
j. Pelaksana :
Mahasiswa DIII Gizi yaitu Hapsah widawiyah siregar
k. Evaluasi :
1)
Menanyakan kembali kepada pasien dan
keluarga pasien mengenai materi yang diberikan.
2)
Memantau pola makan pasien.
Food Recall
24 Jam
Senin,
23 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
07.10
|
Bubur sumsum
|
1/8 gelas
|
10,85
|
0,2
|
0,05
|
2
|
0,3
|
3
|
0
|
2
|
10.20
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
12.50
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
15.30
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
Total
|
167,55
|
3,1
|
3,15
|
30
|
8,4
|
14
|
47,5
|
36
|
Food Recall
24 Jam
Selasa,
24 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
06.10
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
11.50
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
12.20
|
Apel
|
¼ buah
|
10,6
|
0,0
|
0,1
|
2,8
|
1,3
|
20,8
|
0,5
|
55,7
|
16.00
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
Total
|
167,3
|
2,9
|
3,2
|
30,8
|
9,4
|
31,8
|
48
|
89,7
|
Food Recall
24 Jam
Rabu,
25 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
06.30
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
12.15
|
Apel
|
¼ buah
|
10,6
|
0,0
|
0,1
|
2,8
|
1,3
|
20,8
|
0,5
|
55,7
|
12.50
|
Anggur
|
1 buah
|
2,7
|
0,0
|
0,0
|
0,7
|
0,4
|
0,4
|
0,0
|
5,2
|
15.00
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
21.00
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
Total
|
170
|
2,9
|
3,2
|
31,5
|
9,8
|
32,2
|
48
|
94,9
|
Food Recall
24 Jam
Kamis,
26 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
05.45
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
07.00
|
Bubur sumsum
|
1/8 gelas
|
10,85
|
0,2
|
0,05
|
2
|
0,3
|
3
|
0
|
2
|
07.10
|
Anggur
|
3 buah
|
7,5
|
0,0
|
0,1
|
1,9
|
1,0
|
1,0
|
0,0
|
14,5
|
08.30
|
Bubur sumsum
|
1 sdm
|
3,6
|
0,1
|
0,0
|
0,8
|
0,1
|
1,0
|
0,0
|
0,8
|
10.20
|
Bubur sumsum
|
1 sdm
|
3,6
|
0,1
|
0,0
|
0,8
|
0,1
|
1,0
|
0,0
|
0,8
|
11.00
|
Susu
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
20.30
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
Total
|
136,45
|
2,45
|
1,85
|
25,5
|
6,45
|
20,5
|
23,75
|
41,1
|
Food Recall
24 Jam
Jum’at,
27 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
06.00
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
10.00
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
10.10
|
Anggur
|
3 buah
|
7,5
|
0,0
|
0,1
|
1,9
|
1,0
|
1,0
|
0,0
|
14,5
|
12.00
|
Sari kacang hijau
|
1/8 gelas
|
14,5
|
0,9
|
0,1
|
2,6
|
3,0
|
19,5
|
0,5
|
35,0
|
14.45
|
Susu cair
|
1 gelas
|
270
|
5
|
6
|
48
|
15
|
10
|
95
|
60
|
18.30
|
Bubur sumsum
|
1/8 gelas
|
10,85
|
0,2
|
0,05
|
2
|
0,3
|
3
|
0
|
2
|
18.40
|
Apel
|
¼ buah
|
10,6
|
0,0
|
0,1
|
2,8
|
1,3
|
20,8
|
0,5
|
55,7
|
Total
|
402,65
|
7,75
|
7,95
|
73,3
|
24,95
|
62,8
|
119,75
|
186,2
|
Food Recall
24 Jam
Sabtu
, 28 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
ka
|
06.00
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
09.00
|
Susu cair
|
1 gelas
|
270
|
5
|
6
|
48
|
15
|
10
|
95
|
60
|
10.00
|
Nasi
|
2 sdm
|
26,0
|
0,5
|
0,0
|
5,7
|
0,6
|
7,4
|
0,0
|
5,8
|
13.40
|
Susu cair
|
½ gelas
|
135
|
2,5
|
3
|
24
|
7,5
|
5
|
47,5
|
30
|
14.15
|
Susu cair
|
¼ gelas
|
67,5
|
1,25
|
1,5
|
12
|
3,75
|
2,5
|
23,75
|
15
|
Total
|
520,2
|
9,65
|
10,0
|
93,7
|
27,45
|
30,9
|
166,25
|
114,8
|
Food Recall
24 Jam
Minggu,
29 Mei 2016
Waktu
|
Hidangan
|
URT
|
Kalori
|
Pr
|
Lem
|
KH
|
Ca
|
Fosfor
|
Na
|
Ka
|
06.00
|
Bubur sumsum
|
¼ gelas
|
21,7
|
0,4
|
0,1
|
4,0
|
0,6
|
6,0
|
0,0
|
4,0
|
06.15
|
Susu cair
|
1 gelas
|
270
|
5
|
6
|
48
|
15
|
10
|
95
|
60
|
07.30
|
Susu cair
|
½ gelas
|
135
|
2,5
|
3
|
24
|
7,5
|
5
|
47,5
|
30
|
12.00
|
Susu cair
|
½ gelas
|
135
|
2,5
|
3
|
24
|
7,5
|
5
|
47,5
|
30
|
14.15
|
Susu cair
|
½ gelas
|
135
|
2,5
|
3
|
24
|
7,5
|
5
|
47,5
|
30
|
18.30
|
Bubur sumsum
|
½ gelas
|
135
|
2,5
|
3
|
24
|
7,5
|
5
|
47,5
|
30
|
Total
|
831,7
|
15,4
|
18,1
|
148
|
45,6
|
36
|
285
|
184
|
D. Monitoring
Dan Evaluasi
Parameter
|
Target
|
Penatalaksanaan
|
Asupan Makan
|
Asupan
makan mencapai 100% dari kebutuhan
|
Setiap
hari
|
Antropometri
|
BB naik
dan status gizi normal
|
Akhir
Perawatan
|
Biokimia
|
Hb
|
Hari
kelima pengamatan kasus
|
Fisik
|
Lemas
Tekanan
darah
|
Setiap
hari
|
Klinis
|
Frekuensi
nadi
|
Setiap
hari
|
Keluhan
|
Mual
Sesak
|
Setiap
hari
|
Sikap dan Perilaku
|
Mengikuti
saran dari hasil konsultasi gizi
|
Setiap
hari
|
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Evaluasi
Pelaksanaan Edukasi
1. Pemahaman Pasien terhadap materi
konseling
Penyuluhan dan konsultasi gizi
dilakukan pada pasien dan keluarga pasien, dan menunjukkan adanya respon yang
baik yaitu dibuktikan dengan adanya tanya jawab antara pasien dan
konselor. Selain itu, pasien juga bertanya
bahan makanan apa yang tidak diboleh dimakan bagi penderita Ginjal kronik
dengan Hemodialisa. Setelah memberikan beberapa arahan tentang bahan makanan
yang baik dan tidak baik untuk di konsumsi serta menjelaskan Ginjal kronik
dengan Hemodialisa, konselor
memberikan pertanyaan balik, hal ini di tanggapi baik oleh pasien dan
keluarganya dengan memberikan beberapa jawaban yang cukup tepat tentang
apa saja yang harus diperhatikan dalam hal menjaga kesehatan serta
pasien berusaha menaati semua anjuran
diet yang diberikan.
2. Kepatuhan
Diet Pasien
Berdasarkan pemantauan selama 3 hari
dan diberikan motivasi dan konseling kepada pasien, pasien menunjukkan intake
makanan yang signifikan dibuktikan dengan hasil recall 24 jam. Meskipun asupan
yang di konsumsi belum sesuai dengan kebutuhan yang dianjurkan hal tersebut disebabkan
karena kondisi pasien yang masih dalam keadaan lemah.
Berdasarkan hasil pemantauan selama
3 hari, tingkat kepatuhan pasien masih
belum patuh terhadap diet yang dianjurkankarena asien masih membeli makan dari
luar.
B. Perubahan Pola dan Kebiasaan Makan
Pasien
Monitoring dan Evaluasi Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien
a.
Intake Energi
Data intake
energi pasien sebelum dan sesudah di lakukan konseling selama pelaksana studi
kasus (6 hari) disajikan dalam tabel berikut ini:
Tanggal
|
Intake Energi
|
Tanggal 23
Mei 2016
|
167,55
kkal
|
Tanggal 24
Mei 2016
|
167,3
kkal
|
Tanggal 25
Mei 2016
|
170
kkal
|
Tanggal 26
Mei 2016
|
136,45
kkal
|
Tanggal 27
Mei 2016
|
402,65
kkal
|
Tanggal 28
Mei 2016
|
520,2 kkal
|
Tanggal 29
Mei 2016
|
831,7 kkal
|
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa konsumsi
energi sebelum intervensi masih kurang dan pada hari pertama intervensi sangat rendah, pada hari ke
dua menurun dan hari ketiga mulai
meningkat kembali tapi di hari ke empat asupan
menurun. Dan setelah dilakukan konseling di hari ke lima dan selanjutnya pasien
mengalami peningkatan asupan energi.
b.
Intake
Protein
Data intake
energi pasien sebelum dan sesudah di lakukan konseling selama pelaksana studi
kasus (6 hari) disajikan dalam tabel berikut ini:
Tanggal
|
Intake Protein
|
Tanggal 23
Mei 2016
|
3,1
gr
|
Tanggal 24
Mei 2016
|
2,9
gr
|
Tanggal 25
Mei 2016
|
2,9
gr
|
Tanggal 26
Mei 2016
|
2,45
gr
|
Tanggal 27
Mei 2016
|
7,75
gr
|
Tanggal 28
Mei 2016
|
9,65 gr
|
Tanggal 29
Mei 2016
|
15,4 gr
|
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa konsumsi protein sebelum intervensi masih kurang dan pada hari pertama
intervensi sangat rendah, pada hari ke dua dan ke tiga menurun tapi di hari ke empat asupan menurun. Dan setelah
dilakukan konseling di hari ke lima dan selanjutnya pasien mengalami
peningkatan asupan protein.
c.
Intake Lemak
Data intake
lemak pasien sebelum dan sesudah di lakukan konseling selama pelaksana studi
kasus (6 hari) disajikan dalam tabel berikut ini:
Tanggal
|
Intake
Lemak
|
Tanggal 23 Mei 2016
|
3,15
gr
|
Tanggal 24 Mei 2016
|
3,2
gr
|
Tanggal 25 Mei 2016
|
3,2
gr
|
Tanggal 26 Mei 2016
|
1,85
gr
|
Tanggal 27 Mei 2016
|
7,95
gr
|
Tanggal 28 Mei 2016
|
10,0 gr
|
Tanggal 29 Mei 2016
|
18,1 gr
|
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa konsumsi lemak sebelum intervensi masih kurang dan pada hari pertama
intervensi sangat rendah, pada hari ke dua dan ke tiga meningkat tapi di hari ke empat asupan menurun. Dan setelah
dilakukan konseling di hari ke lima dan selanjutnya pasien mengalami
peningkatan asupan lemak.
d.
Intake
Karbohidrat
Data intake
karbohidrat pasien sebelum dan sesudah di lakukan konseling selama pelaksana
studi kasus (6 hari) disajikan dalam tabel berikut ini:
Tanggal
|
Intake Karbohidrat
|
Tanggal 23
Mei 2016
|
30 gr
|
Tanggal 24
Mei 2016
|
30,8 gr
|
Tanggal 25
Mei 2016
|
31,5 gr
|
Tanggal 26
Mei 2016
|
25,5 gr
|
Tanggal 27
Mei 2016
|
73,3 gr
|
Tanggal 28
Mei 2016
|
93,7gr
|
Tanggal 29
Mei 2016
|
148 gr
|
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa konsumsi karbohidrat sebelum intervensi masih kurang dan pada hari pertama
intervensi sangat rendah, pada hari ke dua dan ke tiga meningkat tapi di hari
ke empat asupan menurun.
Dan setelah dilakukan konseling di hari ke lima dan selanjutnya pasien
mengalami peningkatan asupan protein.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat
disimpulkan :
1.
Berdasarkan anamnesa data subyektif
dan obyektif pasien penderita penyakit ginjal kronik
dengan hemodialisa
2.
Berdasarkan hasil pengukuran
antropometri nilai IMT dapat disimpulkan
bahwa pasien memiliki status gizi sangat kurus.
3.
Pasien diberikan diet Hemodialisa
Zat gizi
|
Kandungan zat
gizi
|
Energi
|
1620 kkal
|
Protein
|
30 gr
|
Lemak
|
36 gr
|
Karbohidrat
|
288 gr
|
4.
Setelah dilakukan konseling
asupan makan pasien menjadi lebih baik dari yang sebelumny.
5.
Berat badan pasien selama 3 hari
penanganan tidak mengalami perkembangan yaitu sebesar 34 kg dengan status gizi sangat kurang.
6.
Perkembangan fisik pasien mengalami
perubahan yang semakin baik selama 3 hari.
7.
Pemahaman pasien terhadap materi
konseling sudah menunjukkan respon yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
komunikasi dua arah yang berjalan dengan baik selama penyuluhan.
8.
Tingkat
kepatuhan pasien terhadap diet
hemodialisa dari rumah sakit masih
belum diterapkan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan kurang patuhnya pasien
terhadapdiet yang diberikan.
SARAN
1. Pasien dan
keluarga pasien melaksanakan aturan diet sesuai dengan anjuran diet yang
diberikan.
2. Pasien
mematuhi makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk
mempercepat penembuhan penyakit
3. Hendaknya dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berikutnya untuk
mengetahui perkembangan kondisi pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bircher G, Doherty CC. Gastroenterology and Nutrition in
Chronic Kidney Disease Nutrition. In: Comprehensive Clinical Nephrology.
Feehally J, Floege J, Johnson RJ (eds), 3rd ed. Mosby
Elsevier,Philadelphia,2007
Feinstein EI.NutritionalTherapy in Maintenance
Hemodialysis. In: Dialysis Therapy.Nissenson AR, Fine RN(eds),3rd ed. Hanley
& Belfus, Inc, Philadelphia,2002.
Ikizler TA, Wingard RL, Harvell J, Shyr Y, Hakim RM,
1999. Association of morbidity with markers of nutrition and inflammation in
chronic hemodialysis patients : A prospective study. Kid Int. 55: 1945-1951.
Laville M, Fouque D Nutritional aspects in hemodialysis.
Kid Int., 2000 (Suppl 67): S133 –S139.
Mohani CI. Nutritional Management in Chronic Kidney
Disease. In: Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXIII Ilmu
Penyakit Dalam FK Unair-RS Dr Soetomo, Surabaya,Agustus 2008, hal 198-209.
Pranawa. Nutrisi pada Gagal Ginjal Kronis. In: Naskah
lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII Ilmu Penyakit Dalam FK
Unair-RS Dr Soetomo, Surabaya,September 1998, hal 267-274.
Pupim L, Martn CJ, Ikizler TA. Assessment of
Protein-Energy Nutritional Status. In: Kopple and Massry’s Nutritional
Management of Renal Disease. Kopple JD, Massry SG (eds), 2nd ed . Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, pp.223-240.
Rocco MV, Ikizler TA. Nutrition. In: Handbook of
Dialysis. Dourgirdas JT, Blake PG, Ing TS (eds), 4th ed . Lippincot Williams
& Wilkins, Philadelphia, 2007, pp.462-481.
Vennegoor M. RenalNutrition. In: Renal Nursing. Thomas N
(ed), 2nd ed.Bailliere Tindall, Philadelphia, 2002, pp.267-298.
10. Zadeh KK, Kopple JD. Nutritional Management of
Patients Undergoing Maintenance Hemodialysis. In: Kopple and Massry’s
Nutritional Management of Renal Disease. Kopple JD, Massry SG (eds), 2nd ed .
Lippincott Williams & Wilkins,Philadelphia, 2004, pp.433-466.
Zadeh KK. Nutritional Therapy in Maintenance
Hemodialysis. In: Handbook of Dialysis Therapy. Nissenson AR, Fine RN (eds),
4th ed. Saunders Elsevier, Philadelphia,2008, pp. 687-702.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar